Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menjamin Pilkada Jakarta tetap bisa berlangsung 2 putaran sebagaimana mekanisme selama ini.
"Tetap menggunakan sistem pemilu Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta," kata Bob kepada wartawan, Senin (11/11/2024).
Ia memastikan, meskipun rapat Baleg hari ini membahas revisi UU Daerah Khusus Jakarta (DKJ), hal itu tidak akan sampai menyentuh substansi soal mekanisme pemenang pilkada.
Ia menegaskan bahwa ketentuan soal pemenang Pilkada Jakarta tak akan ikut diutak-atik walau rapat Baleg terkait revisi UU DKJ akan dilanjutkan sampai malam nanti.
"Tetap sistem pilkada Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, semuanya tidak ada yang berkurang, karena ini hanya nomenklatur. Setelah menang, hasil Pilkada DKI Jakarta, maka titel cagub-cawagubnya itu menjadi (cagub-cawagub) DKJ," jelasnya.
Ketentuan ini secara eksplisit juga dicantumkan dalam pasal 10 UU DKJ yang direvisi Baleg hari ini.
Isu mengenai Pilkada Jakarta cukup satu putaran mengemuka dalam rapat Baleg DPR RI yang membahas soal revisi UU DKJ, Senin (11/11/2024).
Rapat ini disebut hanya berupaya merevisi atau merapikan soal nomenklatur, agar setiap hal yang menyangkut penyebutan "DKI" diubah menjadi "DKJ".
Anggota Baleg dari fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, kemudian menganggap bahwa revisi itu bakal berefek domino pada mekanisme pilkada di Jakarta.
"Yang kita sahkan ini tetap satu putaran atau dua putaran? Karena dua putaran itu pada logika pembentukan pilkadanya adalah pada DKI yang sebagai ibukota negara. Itu logikanya," kata Muzzammil di hadapan para anggota Baleg.
Menurut dia, revisi nomenklatur pada revisi UU DKJ ini mau tidak mau akan menyentuh persoalan substantif soal mekanisme pilkada.
Selama ini, Jakarta memang menganut rezim pilkada dua putaran.
Dalam artian, pemenang pilkada bukan hanya pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dengan suara tertinggi saja, tetapi harus meraih sedikitnya 50 persen plus satu suara.
Oleh sebab itu, jika belum ada kandidat yang meraih 50 persen plus satu suara, maka pilkada akan digelar lagi dengan menyisakan dua pasangan calon.
Muzzammil menilai, revisi nomenklatur ini akan menimbulkan dampak yang dilematis.
Seandainya ditetapkan bahwa Pilkada Jakarta cukup satu putaran karena Jakarta sudah bukan ibukota negara, maka publik akan bertanya di mana ibukota Indonesia yang sesungguhnya.
Sebab, keputusan presiden (keppres) soal pemindahan ibukota juga belum diteken.
"Jangan kita ketok palu lalu besok kita ketok palu lagi karena akan memasukkan pengaturan pilkada," tegas Muzzammil.