TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Undang-undang (UU) Cipta Kerja berisiko menghambat target Presiden Prabowo Subianto dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Awalnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam membeberkan pandangannya bahwa keputusan MK akan sangat berdampak pada sektor padat karya, yang selama ini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.
Menurut dia, padat karya tidak hanya berfungsi sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga berperan dalam pemerataan hasil pembangunan.
"Kita enggak bisa hanya mengandalkan padat modal. Padat karya juga berdampak kepada multiplier effect dalam ekonomi kita," kata Bob ketika ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).
Bob menyebutkan bahwa negara-negara seperti Jepang, Korea, dan Taiwan pernah mencapai angka pertumbuhan 8 persen berkat kontribusi sektor manufaktur yang mayoritas dari industri padat karya.
"Itu mereka ditopang oleh kontribusi manufaktur yang lebih dari 30 persen dari industri itu adalah padat karya," ujarnya.
"Termasuk juga industri dasar konstruksi yang banyak menggunakan tenaga kerja. Itu yang menjadi penopang pertumbuhan tinggi," ucap Bob.
"Jadi, situasi seperti ini menurut saya jadi justru bertolak belakang dengan spirit pemerintah baru yang berusaha memacu pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam rangka merealisasikan Indonesia Emas 2045," tukasnya.
Bob juga menyoroti bahwa UU Cipta Kerja telah memberikan manfaat bagi sektor industri padat karya di Indonesia, salah satunya adalah dengan mendorong masuknya investasi asing.
Berdasarkan data yang ia punya, total realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) meningkat rata-rata sebesar 29,4 persen pada lima triwulan setelah UU Cipta Kerja diberlakukan.
"Keputusan pemerintah yang lalu dengan undang-undang cipta kerja telah menghasilkan investor menanamkan modalnya dalam pengembangan industri padat karya di Indonesia," pungkas Bob.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materil undang-undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat buruh lainnya dalam sidang pengucapan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat pada Kamis (31/10/2024).
Pihak Partai Buruh mencatat terdapat setidaknya 21 norma dari tujuh isu dimohonkan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi.
Tujuh isu tersebut adalah upah, outsourcing, PKWT atau karyawan kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, dan tenaga kerja asing.
Dalam putusannya, MK juga memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari UU Cipta Kerja.
MK meminta pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
MK meminta agar substansi UU Ketenagakerjaan baru menampung materi yang ada di UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No 6/2023, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.