Sidang kelima kasus dugaan penganiayaan siswa dengan terdakwa guru Supriyani digelar di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (4/11/2024).
Agenda dalam sidang kelima yakni mendengarkan keterangan dua saksi ahli serta satu saksi.
Saksi ahli yang dihadirkan secara daring yaitu mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji dan Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri.
Kades Wonua Raya, Rokiman, juga dihadirkan sebagai saksi terkait permintaan uang damai Rp50 juta.
Susno Duadji memberikan kesaksiannya melalui zoom meeting dan mengkritisi proses penyelidikan yang dilakukan Polsek Baito.
Berdasarkan Undang-Undang Perlindung Anak dan Hukum Acara Pidana, kata Susno Duadji, penyidik tidak dapat menjadikan keterangan siswa SD sebagai bukti.
"Keterangan anak itu bukanlah keterangan saksi. Keterangan anak itu manakala bersesuaian bisa sebagai tambahan bukan alat bukti," ungkapnya, Senin, dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Menurutnya, keterangan anak tak dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.
"Keterangan anak bukanlah alat bukti karena anak tidak sah dan tidak bisa dijadikan saksi yang disumpah," lanjutnya.
Ia menambahkan, keterangan saksi harus dilengkapi bukti lain.
"Keterangan saksi walaupun 1.000 kalau hanya saksi saja tidak ada gunanya, apalagi anak," tegasnya.
Susno merasa heran keterangan saksi anak berbeda dengan keterangan para guru yang mengaku tidak ada pemukulan.
Pria berusia 70 tahun menyebut kinerja personel Polsek Baito tidak sesuai standard operasional prosedur (SOP) penyelidikan.
"Itu sampah, sekali lagi keterangan anak hanya tambahan karena anak tidak disumpah," pungkasnya.
Sebelumnya, Plh Kasi Pidum Kejari Konsel, Bustanil Nadjamuddin, selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) keberatan dengan kesediaan Susno Duadji sebagai saksi ahli.
Bustanil menyatakan sidang kali ini membahas pokok perkara pembuktian dan menguji barang bukti serta keterangan para saksi.
"Kami keberatan, Yang Mulia, ini konteksnya sudah lain, di sana ada proses penyitaan, penyidikan, sekarang kita sudah tidak masuk ke area sana Yang Mulia," paparnya.
Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan Susno Duadji menyampaikan kesaksian.
Kejanggalan Hasil Visum Anak Aipda WH
Sebelumnya, dalam sidang keempat yang digelar pada Rabu (30/10/2024), orang tua korban dihadirkan sebagai saksi.
JPU membacakan hasil visum siswa SD diduga korban pemukulan guru Supriyani dalam sidang tersebut.
Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan, menyatakan hasil visum tersebut tak sesuai luka yang dialami korban.
"Kita bisa lihat dari hasil visum menyimpulkan bahwa luka itu akibat kekerasan benda tumpul," ungkapnya, Jumat (1/11/2024), dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Ia meragukan hasil visum karena surat pengantar diantar sendiri oleh ayah korban, Aipda WH.
Seharusnya surat pengantar visum diantar oleh penyidik dan status Aipda WH sebagai pelapor.
"Waktu visum tidak ada penyidik yang mengantar malahan dibawa sendiri orangtua korban," jelasnya.
Menurutnya, ada kesalahan prosedur yang dilakukan penyidik Polsek Baito sehingga surat pengantar visum ada di tangan orang tua korban.
"Walapun dia (Aipda WH) masih anggota polisi tapikan itu bukan tupoksi dia, karena itu kewenangan penyidik," tandasnya.
Selain itu dokter yang mengeluarkan hasil visum diragukan kompetensinya.
"Siapa yang bisa menjamin kalau surat visum itu hasil kompromi orangtua korban dengan dokter."
"Makannya kami meminta dihadirkan dokter yang buat surat visum tapi nyatanya tidak dihadirkan di persidangan kemarin," tegasnya.
Ia menambahkan dokter yang mengeluarkan hasil visum bukan dokter forensik melainkan dokter umum.
"Karena untuk menyimpulkam luka ini ditimbulkan karena apa harusnya dokter forensik."
"Karena kami menduga luka ini disebabkan penyebab lain," sambungnya.