Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyebutkan bahwa pembredelan pameran lukis Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia tidak seharusnya terjadi. Sebab, dia menilai seni adalah seni tafsir, dan ditafsirkan oleh publik secara bebas.
Dia meminta Galeri Nasional Indonesia segera membuka pameran karya Yos Suprapto. Sebab, saat ini justru karya-karya milik Yos telah beredar luas di media sosial dan dilihat banyak orang.
“Kejadian ini enggak cocok di zaman sekarang, nggak pantes, semestinya Galeri Nasional setelah berita ini, bisa dibuka saja dan pasti ramai. Saya minta Galeri Nasional buka saja, biarkan masyarakat mendiskusikan dan memiliki tafsir masing-masing. Kita bisa naik kelas sebagai suatu bangsa,” kata Bonnie dalam acara diskusi 'Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).
Bonnie juga berpandangan kalau lukisan-lukisan Yos Suprapto merupakan bentuk kritik dan ekspresi dari seniman untuk memberikan pandangannya dalam melihat realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satunya karya Yos berjudul ‘Konoha 1’ yang menjadi sorotan dan akhirnya membuat pameran bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" itu batal dibuka di Galeri Nasional.
“Seharusnya tidak harus menjadi kontroversi seperti ini ketika (pameran) dibuka, diskusinya kan jadi punya publik, publik yang menilai. Ada ruang untuk orang berdiskusi secara bebas. Ini ujuk-ujuk ditutup, ketika diresmikan tidak bisa lihat,” ujar Bonnie.
Terkait penafsiran kalau lukisan Yos berhubungan dengan badan dan gambaran seorang raja, menurut Bonnie, tak bisa ditafsirkan tunggal. Baginya, setiap orang punya kebebasan untuk memiliki penafsiran masing-masing terhadap karya seni.
“Lukisan itu tidak disebut siapa yang digambarkan, kalau ada orang menafsirkan mirip si anu lah, mirip si ini, mirip Jokowi lah, ya bebas. Ini kan seni penafsiran,” jelasnya.
Diketahui, pameran lukisan tunggal karya seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional (Galnas) batal dibuka. Seharusnya, ajang bertajuk "Tanah untuk Kedaulatan Pangan" ini digelar pada Kamis (19/12/2024), tapi justru dilarang oleh pihak Galnas.
Yos mengatakan, kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima, dari 30 lukisan yang dipamerkan untuk diturunkan. Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia.